Kasih Untuk Semua

KASIH UNTUK SEMUA.
Sebuah KERINDUAN; bahwa kasih itu tak mampu dibatasi tembok-tembok perbedaan. Kasih kami untuk semua.

Selasa, 08 Februari 2011

Masih Ada Yang Tercecer

Mengenaskan …… masih terlihat sisa-sisa puing bangunan ketika kami memasuki dusun Kalitengah Lor, dusun teratas/terdekat (jika kita naik lewat Gadingan) dari Gunung Merapi. Hanya empat kilometer jaraknya dari puncak Merapi. Suasana sejuk menyebabkan kami betah ketika melakukan survey lokasi, mencari tau kebutuhan lain yang mendesak bagi dusun Kalitengah Lor Sabtu siang kemarin, kami datang membawa logistik untuk kami salurkan kepada mereka. Tidak banyak memang, namun paling tidak bisa mengurangi beban yang harus mereka pikul.

Belum lama kami disana, tiba-tiba dikagetkan dengan datangnya angin yang berhembus begitu kencang. Kamipun sedikit panik ketika mendengar gemuruhnya ngin kencang di badan gunung. Penduduk setempat yang menemani kami tidak ingin berlama-lama disana, mereka lebih tau situasi setempat daripada kami. Mereka ajak kami untuk segera berjalan menuju rumah-rumah penduduk, meskipun rumah-rumah itu banyak yang hancur terkena material pasir Merapi saat erupsi 4 november tahun lalu.

Kami melihat sudah banyak warga yang beraktifitas memperbaiki rumah mereka dengan kemampuan mereka yang terbatas. Tidak punya batu bata atau batako, bambu irisanpun mereka pakai sebagai penguat terpal yang difungsikan sebagai dinding rumah, sehingga bisa untuk meminimalisir hawa dingin yang masuk kedalam rumah mereka. Pepatah “tidak ada rotan, akarpun jadi” mereka terapkan. Sungguh sikap yang perlu kami acungi jempol.

“Genteng ini bantuan dari pemerintah ataukah posko, bu  ?” Tanya kami pada bu Yati, penduduk setempat yang mendampingi kami siang itu.
“Tidak mas, kami swadaya membelanjakan sisa dari uang kami untuk membeli kebutuhan genteng itu. Mau dapat dari mana lagi ?” jawab bu Yati dengan nada datar, seolah putus asa, tidak berpengharapan lagi.
“Lho, memangnya tidak ada bantuan untuk membangun kembali rumah ibu yang sudah rusak ini ? Terus apa saja bantuan yang pernah ibu terima selama ini ?” Tanya kami lebih lanjut.
“Ya Logistik, tapi itu dulu mas, waktu masih di barak pengungsian. Kalau sekarang diberi syukur, enggak diberi ya cari sendiri, wong kami ya lebih bersyukur sudah diberi kesempatan hidup kok mas” kata bu Yati sambil tersenyum. Filosofi sederhana yang hampir saja hilang dari pengimanan kami karena terlena dalam situasi yang jauh berbeda dengan yang mereka alami saat ini.

“Selimut juga ada mas, …. bantuan dari posko setempat, cuma sekarang ini kami masih butuh terpal untuk menutup dinding rumah agar didalam rumah menjadi lebih hangat. Maklum, wong lantainya saja masih pasir, jadi kalau hujan airnya merembes ke lantai sehingga suasana semakin dingin”. Mengharukan, disaat masyarakat di lain tempat bisa betah di rumah yang hangat ketika hujan datang, sementara mereka harus kedinginan didalam rumah mereka yang masih belum berbentuk.

Kami makin miris mendengar deruman angin di luar rumah, itupun masih ditambah lagi kabut mulai turun menyelimuti dusun. Kamipun segera pamit pulang ke posko, karena malam harinya kami masih harus mengikuti rapat koordinasi posko.

Ah, ternyata masih ada tidak yang terhilang diantara tumpukan korban bencana. Masih ada yang sangat memerlukan perhatian kita. Tuhan sertai ciptaanMu yang masih tercecer dari jamahan kemanusiaan ini. Sertai dan berkati langkah kami, agar mereka juga bias merasakan kehangatan rumah dan keluarganya, sama seperti yang telah Engkau berikan pada kami. (sts-ms/doc.poskeri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar