Kasih Untuk Semua

KASIH UNTUK SEMUA.
Sebuah KERINDUAN; bahwa kasih itu tak mampu dibatasi tembok-tembok perbedaan. Kasih kami untuk semua.

Senin, 31 Januari 2011

Wasior .... Kami Datang Dengan Kasih.

“Syallom; karena cuaca laut masih jelek, maka kami baru diijinkan pulang ke Papua Senin/31 Januari 2011. Saya akan ke Jogja. Apa bisa sekalian saya mampir ke Gereja Jatimulyo ? Tuhan memberkati seluruh keluarga besar Gereja GKJ Jatimulyo. Amin.” SMS pak Richard masuk ke HP kami. Segera kami kontak beliau untuk menyatakan kesiapan kami menyediakan sebagian kecil kebutuhan korban banjir bandang Wasior, Papua Barat. Barang yang kami siapkan berupa pakaian pantas pakai hasil donasi para donatur yang masih menumpuk di gudang Posko Kerinduan. Tidak semua pakaian pantas pakai yang ada di gudang kami salurkan kepada korban di Wasior, karena kami juga harus menyalurkankannya kepada sebagian korban Merapi di dusun Mudal, Argomulyo-Cangkringan Sleman yang tempo hari mengajukan permintaan bantuan juga.

Delapan dos besar pakaian pantas pakai akhirnya telah kami salurkan saudara-saudara kita korban banjir bandang di Wasior, Papua Barat pada hari Minggu, 30 Januari 2011 melalui pak Richard yang datang ke Posko Kerinduan. Jelas, bahwa pakaian pantas pakai yang hanya delapan dos besar tidaklah akan mencukupi kebutuhan disana, bahkan kalaupun kita berikan limapuluh dos besarpun tetap belum akan mencukupi, namun kami berharap dengan hanya delapan dos besar itu paling tidak bisa meyakinkan saudara-saudara di Wasior bahwa saudara-saudaranya di pulau Jawa-pun masih memperhatikan mereka, masih peduli dan tetap akan peduli pada mereka dan siapapun.

“Maaf, secara khusus saya meminta tiga potong celana panjang, satu jaket hitam dan tiga buah boneka ini untuk kepala suku. Soalnya, adat disana kepala suku mesti mendapatkan “paket khusus” yang memang sudah disiapkan, dia biasa mendapatkan penghormatan lebih daripada warga sukunya. Dia tidak mau kalau harus ikut mengambil sesuatu dari dos lain. Kepala suku menganggap bahwa yang ada di dos itu hanya ditujukan untuk suku yang dia pimpin, itu bukan hak dia.” kata pak Richard.

Siang kemarin dos-dos itu memulai perjalanannya ke Papua, dari Jogja menumpang kereta api ke Cilacap, tempat berlabuhnya kapal tangker milik Caltex yang sedang droping minyak ke pulau Jawa dengan dikawal oleh pak Richard. Kami merasa senang, bahwa berbagai barang logistik maupun uang dari donatur yang telah dipercayakan kepada Posko Kerinduan untuk disalurkan kepada korban bencana alam, atas penyertaan tangan kasih Tuhan, satu per satu dapat kami sampaikan kepada yang berhak.

Terimakasih Tuhan, Engkau telah berkenan memakai kami semua untuk terlibat aktif dan terus bersaksi akan kebesaranMu melalui penanganan korban bencana alam di berbagai daerah di negeri yang kami cintai ini. Kami percaya bahwa Engkau akan tetap menyertai langkah kami untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sampai saat ini masih menunggu dan belum terselesaikan. (sts/doc.poskeri)

Jumat, 28 Januari 2011

Ulurkan Juga Tanganmu Untuk Wasior

Pagi ini kami kedatangan tamu dari Papua, Pak Richard Supriyadi, karyawan Caltex-Papua, yang Tangker-nya sedang berlabuh di Cilacap. Sosok pak Richard sudah tidak asing bagi kami, karena setiap kali mengantar minyak untuk di-distribusikan di pulau Jawa selalu mampir ke Gereja kami yang juga merupakan alamat Posko Kerinduan untuk mencari apapun yang bisa dimanfaatkan olah penduduk pedalaman Papua. Kami telah menyalurkan melalui pak Richard berupa buku-buku bacaan, Koran (meski bagi kita sudah lawas, namun sangat langka di pedalaman Papua mengingat biaya kirim ke Papua mahal sehingga harga Koran disana juga tidak terjangkau oleh penduduk pedalaman), kertas-kertas bekas yang masih ada halaman kosongnya (untuk kemudian dipotong-potong, dijadikan blocknote dan dibagikan kepada anak-anak sekolah disana).
Ketika kami mencari tau kebutuhan mendesak korban banjir bandang Wasior, pak Richard bercerita banyak hal. Perpustakaan mini yang telah berdiri akhirnya hanyut ditelan banjir bandang. Pakaian dan apapun yang ada didalam rumah juga musnah tak berbekas. Meski jajaran pimpinan Caltex telah menginstruksikan untuk membantu penduduk, namun adanya berbagai keterbatasan menjadi kendala utama mereka.
Pondasi menuju kehidupan lebih layak yang telah dibangun oleh saudara-saudara kita (pak Richard cs) harus dibangun kembali, agar penduduk pedalaman Papua bisa sejahtera dan maju layaknya penduduk di pulau Jawa.
Banjir bandang Wasior memang telah berlalu lebih lama daripada erupsi Merapi, namun sampai saat inipun korban banjir bandang Wasior belum sepenuhnya tertangani secara tuntas. Ketika kita disibukkan dengan Wasior, tiba-tiba harus beralih untuk memperhatikan korban Merapi, belum lagi Mentawai. Kita harus berselancar jauh untuk merasakan dan melihat dunia sekitar kita, agar mata hati kita tetap bisa terbuka menatap kesengsaraan yang dialami orang lain.
Ya … KAMI PEDULI dan berharap uluran tangan saudara-saudara yang lain, yang ‘barangkali’ kemarin-kemarin belum berkesempatan membantu, sekarang saatnya kesempatan untuk membantu kepada orang lain yang lebih berkesusahan daripada kita itu datang. Jangan tunda lagi kesempatan untuk membantu mereka, karena dalam hitungan detikpun bantuan kita sangat diharapkan dan sangat bermanfaat bagi mereka, mereka sudah menunggu kepedulian kami dan saudara.
Terimakasih pak Richard, kami bersyukur bahwa Tuhan berkenan memakai pak Richard bersama awak kapal lainnya untuk berbagi berkat sesuai kemampuan dan potensi yang ada pada bapak dan teman-teman bapak. Doa kami menyertai pelayanan bapak dan teman-teman bapak. Jaga jangan sampai semangat bapak mengendor, agar penduduk disana juga bisa berguna bagi orang lain dikemudian hari.
Tuhan, kalau boleh kami berdoa, tengok dan berkati seluruh insan yang mau bekerja dalam garis perintahMu. Mampukan dan kuatkan mereka agar bisa menyelesaikan tugas pelayanannya.
Thank’s God ………….. (sts/doc.poskeri)


(kalau anda ingin membantu korban Wasior, bisa melalui Posko Kerinduan atau bisa kontak langsung kepada pak Richard melalui nomor : 082138192376)

Kamis, 27 Januari 2011

Siapa Mau Menyusul ????

Sungguh kami berbahagia, atas penyertaan Tuhan; Posko Kerinduan boleh berbagi berkat kepada saudara-saudara di dusun Gadingan, Cangkringan untuk merealisasikan rencana secepat mungkin.
Minggu 23 Januari 2011 siang hari, Posko Kerinduan menyerahkan sebagian bantuan guna pembuatan batako & conblock. Bantuan diserahkan oleh Ketua Posko Kerinduan, Sdr. Popo, dan diterima oleh pak Supardi, Koordinator Posko Gadingan.
Tidak banyak memang, untuk tahap I kami serahkan uang tunai sejumlah tiga juta rupiah untuk pembuatan alat cetak batako/conblock, dari jumlah total yang harus kami salurkan sebanyak tujuh juta rupiah.
Tiga juta rupiah ini kami maksudkan sebagai uang muka pemesanan alat cetak itu. Masih ada sisa kekurangan sebanyak empat juta rupiah untuk pemesanan 20 buah peralatan cetak dengan ketebalan bagus (sehingga tidak mudah melengkung; kami dapatkan dengan harga tigaratus limapuluh ribu rupiah setiap alat cetaknya).
Posko Kerinduan  masih mempunyai “hutang” yang tidak sedikit. Tahap II sebanyak empat juta rupiah akan kami sampaikan ketika alat cetak sudah jadi. Pada Tahap selanjutnya kami akan membantu pengadaan semen, artinya masih ada rupiah yang harus diusahakan oleh Posko Kerinduan. 
Dukung dalam doa, agar kami dapat terus bekerja dengan baik dan tetap fokus bahwa semua ini hanya karena pertolongan Tangan Kasih Tuhan. (sts/doc.poskeri)

Minggu, 23 Januari 2011

Kami Tidak Kuatir …. !!


Kami hanya bisa berdiri di tanggul sisi barat sungai Gendol, sebrang dusun Gadingan Cangkringan sambil melihat ganasnya banjir lahar dingin ketika dua hari lalu kami berangkat memenuhi undangan masyarakat dusun Gadingan untuk mengikuti syukuran. Kami tidak bisa nyebrang, kedatangan kami kalah cepat dengan datangnya banjir lahar dingin. Sepuluh menit lalu lahar dingin datang lebih dahulu daripada kami.
 
Handphone kami bergetar, pertanda ada panggilan masuk. Ringtone tidak terdengar, kalah dengan suara gemuruhnya banjir lahar dingin yang menerjang. Mengerikan, batu gunung sebesar meja bergelindingan terbawa arus air bercampur dengan gelondongan batang pohon dan pasir. Sepanjang aliran sungai mengeluarkan asap putih tebal putih membumbung dari dasar sungai. Aroma belerang menyengat di hidung. Dusun Gadingan disebrang Gendol yang hanya berjarak limapuluh meterpun tidak nampak karena asap itu. Padahal ketika kondisi cuaca cerah, Gendol nampak bersahabat, tidak banyak asap yang muncul seperti pada awal-awal Erupsi terjadi. Agaknya sisa-sisa erupsi dilapis bawah masih panas, sehingga ketika terkena air akan mengeluarkan asap. 

“Dimana mas ?” sayup-sayup terdengar suara di telfon.
“Wis tekan Gendol, gak iso nyebrang neng Gadingan, Gendol banjir ..… Kosik-kosik, iki sopo yo ?” sahutku setengah teriak untuk mengalahkan gemuruhnya suara banjir lahar dingin.
“Niki pak Mardi Gadingan” sayup-sayup terdengar jawaban dari sebrang sana.
“Oh, nyuwun pangapunten pak Mardi, kami tidak bisa menghadiri syukuran masyarakat Gadingan, terlanjur besar banjirnya dan nggak bisa nyebrang ke Gadingan” sahutku. Dalam perjalanan dari Posko sejak dari jalan Kaliurang memang hujan turun dengan derasnya, jarak pandangpun terbatas, tetapi kami bertekad untuk menghadiri undangan itu sehingga dengan berbasah-basah meskipun memakai mantol hujan, kami tetap meluncur ke Gadingan. Lumayan, lebih dari 25 KM jaraknya dari Posko.

 “Sampeyan mandhap sampai perikanan, terus belok kiri sampai tanggul lagi; sebelum tanggul ambil kanan mentok lewat candi, kemudian belok kiri lagi nyebrang dari sana saja. Kalau sudah nyebrang, mentok saja sampai SD negeri Ngancar, terus belok kiri lurus saja ke utara. Pokoknya tetap kami tunggu” sahut pak Mardi. Semangat kami yang mulai nglokro ketika dihadang banjir jadi berkobar lagi mendengar permintaan itu. Bagaimanapun kami harus menyebrang Gendol dari sisi bawah.
Kamipun menuruti arahan pak Mardi. Sesampai disana, kami dapati Posko Gadingan sepi, pintupun terkunci. “Pak Mardi, kami sudah sampai di depan Posko tapi kok sepi ?” tanyaku melalui telfon.

“Ooo … Sampeyan balik saja ke timur, saya tunggu di pinggir jalan” jawab pak Mardi. Dan kamipun putar arah, tidak jauh dari Posko Gadingan, sekitar tujuhpuluhlima meter sampailah kami di lokasi syukuran. Kami datang terlambat, masyarakat sudah banyak yang pulang karena kuatir mendengar gemuruh banjir Gendol beberapa waktu lalu. Disana masih kami temui banyak relawan dari posko lain. 

Sungguh terharu rasanya bisa ketemu “teman seperjuangan” yang semula tidak saling kenal kemudian berbaur, bekerjasama dan dipersatukan oleh semangat kemanusiaan. Ya, sungguh kami bersyukur atas inisiatif masyarakat setempat yang mengundang para relawan dari berbagai posko yang selama ini membantu mereka untuk berkumpul bersama, karena disana kami temukan makna hidup lain. Kami sempat ngobrol dengan posko-posko lain tentang rencana penanganan lebih lanjut. 

“Pasir dan lokasi sudah kami siapkan mas, semen juga sudah ada sepuluh zak. Tenaga tinggal menunggu dhawuh teman-teman Posko Kerinduan saja kapan kami harus memulai pembuatan batakonya” kata pak Mardi merendah.
“Kami sudah memesan cetakan batako yang bagus di Ceper Klaten pak, dijanjikan minggu depan baru selesai. Survey kami, ketebalan besi cetakannya lebih bagus buatan Ceper, awet, tidak mudah melengkung. Begitu selesai pesanan kami itu akan langsung kami antarkan kesini, termasuk juga semen-nya” jawab kami. 

Ya, kami menjanjikan untuk membantu memulihkan perekonomian dan semangat hidup mereka dengan jalan menghidupkan kembali seluruh potensi yang ada disana, baik dari sisi material maupun semangat manusianya. Karena kami yakini bahwa apa yang kami lakukan semata karena campur tangan Tuhan, maka kami lakukan apapun yang bisa kami lakukan. Pasti Tuhan akan sertai seluruh langkah kami, termasuk ketika kami turun membantu masyarakat Gadingan, yang notabene mayoritas berlainan iman. Dan tangan Tuhan bekerja dan menyertai kami sejak awal. Terimakasih Tuhan ……… PenyertaanMu dalam seluruh langkah kami kami yakini pasti berguna bagi keluasan kerajaanMu. Kami tidak pernah kuatir ketika bersamaMu. (sts/doc.poskeri)

Rabu, 19 Januari 2011

Lihat & Selami Harapan Mereka


“Dulu banyak yang bekerja sebagai petani dan penambang pasir, tapi sekarang kami masih belum sampai hati untuk bekerja lagi. Mas bisa lihat lahan pertanian kami sudah rusak kayak gitu, sementara kami belum bisa menambang pasir lagi. Setiap kali mendekati Gendol (sebutan singkat untuk kali Gendol) saja masih terbayang kejadian waktu itu, dimana 34 orang warga dusun kami, yang selama itu sudah seperti saudara, berkomunikasi setiap hari, bekerja bareng, ronda bareng, pengajian bareng, suka atau sedih kami rasakan bareng, harus terenggut nyawanya oleh awan panas Merapi.” Kata pak Dukuh Gadingan, Cangkringan Sleman ketika hari Minggu kemarin kami berkunjung untuk kesekian kalinya. Nada bicaranya masih lemah, kurang greget,  kurang semangat. Disamping masih merasakan berbagai perasaan yang berkecamuk, agaknya beliau (yang mewakili perasaan seluruh warganya) juga bertambah capai karena harus menerima kunjungan tamu-tamu penting negara untuk ‘melihat-lihat’ kondisi. Itu saja masih ditambah ramainya para wisatawan domestik dari berbagai kota yang dengan santainya ‘menikmati’ kondisi alam yang ‘menakjubkan’ dengan menggelar tikar dan membuka bekal makan-minum mereka, sementara penduduk setempat yang mencoba mengais hidup dengan membuka warung sederhana hanya bisa melihat lahapnya wisatawan menghabiskan bekal mereka. Sangat jarang yang membeli dagangan penduduk setempat.

“disini meninggal empat orang, masih satu keluarga …..disini sepasang mempelai yang baru sebulan menikah menjadi korban ……disini satu orang tukang bikin batako meninggal, kalah cepat dengan hembusan awan panas ……disini ada tiga mobil terparkir yang hangus dan bergeser lebih dari sepuluh meter dari tempat parkir semula …….disini ada enam orang meninggal ketika baru keluar rumah …..” jelas pak Dukuh ditengah-tengah puing-puing bangunan yang hancur ketika mengantar kami survey lokasi yang akan kami usahakan untuk dibangun kembali dan bisa dihuni dengan lebih aman bagi mereka.

“Sudah ……. Mereka sudah sekolah lagi” jawab pak Dukuh menjawab pertanyaan kami mengenai warga yang berstatus pelajar. Memang mereka sudah mulai sekolah lagi, tapi untuk mencukupi biaya sekolah darimana orangtuanya bisa membayar ?? Untuk memperoleh ilmu di sekolah tidak cukup hanya dengan membayar SPP, masih banyak sumber ilmu yang harus diserap dari luar sekolah. Bagaimana mungkin ilmu generasi penerus disana menjadi berkembang baik ? Ya, kami diskusikan juga mengenai kelanjutan studi bagi para korban bencana Merapi setelah kami temukan link sebuah yayasan yang mengajak kami bekerjasama guna mendukung beasiswa anak di lingkaran lereng Merapi.

Banyak hal yang kami diskusikan dengan mereka. Beruntung bahwa mereka juga mempunyai Pokja yang siap bekerjasama dengan kami guna membangkitkan roda perekonomian mereka. Satu perkara sudah tersusun rapi. Bantuan dan dukungan dari donatur melalui Posko Kerinduan akan diujudkan dalam bentuk bantuan modal peralatan dan kebutuhan lain selain pasir dan kerikil untuk pembuatan batako, conblock dan lain-lain. Pasar sudah kami hubungi dan siap juga membantu menampung hasil produk mereka. Puji Tuhan.

Kami harus segera pamit setelah hampir empat jam diskusi ngalor-ngidul, sebelum pak Jusuf Kalla menyambangi mereka jam dua kemarin siang. Hallo pak JK ………. Maaf, kami langsung terobos ke lokasi tanpa koordinasi dengan pemerintah. Maaf pula kalau kami beranggapan bahwa pemerintah terlalu bertele-tele untuk menyalurkan bantuan dari antero negara yang begitu diharapkan para korban dimanapun lokasinya.

Erupsi Merapi memang sudah beberapa bulan berlalu, namun potensi turunnya lahar dingin dari puncak Merapi masih sangat besar. Artinya, belum cukup bagi kita untuk meletakkan tangan dan hati. Mereka masih menderita. Adakah yang masih berkeinginan membantu mereka ?? Mari kerja bareng dengan kami dan mereka agar mereka bisa menemukan hidup dan kehidupannya kembali …………….. (sts/doc.poskeri)